ada sebuah kisah menarik, abdulloh bin Mubarak seorang ulama’ besar
generasi tabi’in, lahir pada 736 masehi. Suatu ketika saat melaksanakan haji ke
mekkah, itu adalah ibadah kesekian kalinya yang ia lakukan. Setelah selesai
tawaf ifadah dan melempar jumrotul
aqobah, ia beristirahat sambil bersandar ke tembok di hijir isma’ il, mungkin
karena lelah kantukpun datang menyerang , dalam keadaan bangun dan tidur
tampaklah olehnhya di balik tembok dua
malaikat yang tengah bercakap-cakap dengan serius
“Berapa orang jama’ah haji jama’ah haji tahun ini?” Tanya salah seorang malaikat.
“Ada 600.000 orang” jawab malaikat yang satu lagi.
“Berapa orang yang mabrur?”
“Tak seorangpun,,,,. Yang mabrur hajinya justru orang yang tak jadi datang kesini”
“Siapakah dia?”
“Siapakah dia?”
Mengalami kejadian seperti itu Abdulloh bin Mubarak pun langsung terjaga.
Berkali-kali beliau membaca tasbih dan istighfar. Menyesali dirinya dan dari
jama’ah haji lainnya yang sia-sia amal ibadahnya. Terdorong oleh rasa
penasaran. Usai berhaji, diapun langsung pergi ke Damaskus, Ditelusurinya
jalan-jalan sambil terus bertanya “
dimana ali al muaffaq itu?”.
Karena nama profesi dan ketaatan ibadah ali al muaffaq sudah dikenal
oleh penduduk disana, abdulloh bin mubarakpun berhasil menemuinya. Setelah mengucapakan
salam dan perkenalan, abdulloh bin
Mubarak langsung menceritakan pengalamannya. Mendengar dua malaikat yang
bercakap-cakap di hijir isma’il. Tanpa ragu beliau langsung bertanya
“Wahai apakah gerangan yang menyebabkan anda berpredikat haji mabrur,
sedangkan anda sendiri tetap tinggal di damaskus?”
“Entahlah” jawab Ali Al muwaffaq merendah,
Ali kemudian melanjutkan jawabannya “ barangkali ada suatu hal yang
pernah aku kerjakan yaitu mengorbankan niat untuk menunaikan haji tahun ini.
Ceritanya begini, “saya sudah bertahun-tahun menabung untuk bekal perjalanan
ketanah suci, pada musim haji tahun ini, saya sudah merencankan naik haji
karena bekal yang saya butuhkan sudah
lebih dari cukup, suatu hari, istri saya yang menyidam tergiur oleh bau harum
daging panggang dari dapur tetangga sebelah. Dia merengek terus untuk mencicipi
daging panggang tersebut, saya pun terpaksa mendatangi rumah yang menjadi
sumber gara-gara itu, pemilik rumah itu adalah janda miskin dengan beberapa
anak kecil yang menemaninya, saya mengucapkan salam dan langsung mengemukakan
hasrat istri saya, namun dia nampak tertegun, kemudian berkata dengan lembut
“wahai pembuat sepatu, maaf sekali
saya tidak dapat mengabulkan permintaan istri anda karena daging yang saya
bakar ini hanya halal bagi saya dan anak-anak saya yang sudah beberapa hari
tidak menemukan makanan. Daging ini berasal dari bangkai keledai yang saya
temukan dijalanan. Bagi anda dan istri anda yang masih memiliki kemampuan
membeli makanan dan belum darurot jelas daging ini haram”
Mendengar hal itu saya balik dengan gugup dan tertegun,
Mendengar hal itu saya balik dengan gugup dan tertegun,
Ali kemudian melanjutkan ceritanya “
Saya memang masih memiliki simpanan makanan bahkan tabungan untuk pergi hajI. Buta
dan tuli terhadap nasib tetangga saya yang terpaksa memakan bangkai. Detik itu
juga saya lari kerumah untuk mengambil
semua isi tabungan dan menyerahkan pada
janda beranak banyak tersebut hingga mereka terbebas dari kelaparan dan
keterlantaran. Saya dan istri sayapun selalu
berdo’a agar terbebas dari jilatan api neraka.
Sahabat yang berbahagia mengambil hikmah dari kisah tadi kita dapat
melihat bukti-bukti yang dijanjikan allah dan rosulnya bahwa sekecil apapun
harta yang dijalan allah dengan ikhlas allah akan membalas dengan berlipat
ganda, semoga kita dicatat sebagai orang yang dermawan hingga tercatat orang
yang haji mabrur tanpa melaksanakan haji.
No comments:
Post a Comment